TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit dari sektor teknologi sebesar US$ 1,4 Miliar. Menurut dia, nilai tersebut tidak terlalu masalah, karena memberikan manfaat yang lebih besar.
BACA: Sri Mulyani: Defisit APBN Capai Rp 54,6 T di Akhir Februari 2019
"Saya katakan, so what? Defisit US$ 1,4 miliar, karena kita tidak memproduksi teknologi. Research and Development kita tidak diarahkan ke sana. Tapi defisit US$ 1,4 miliar itu memberi efek yang lebih berkelanjutan," kata Rudiantara di kantornya, Jakarta, Rabu, 20 Maret 2019.
Salah satu manfaatnya, kata Rudiantara bisa dirasakan dari sisi kesehatan. Menurut dia dengan hadirnya teknologi, masyarakat mendapatkan kemudahan. "Ke rumah sakit tidak perlu lagi antre. Jadi kalau US$ 1,4 miliar itu jadi modal kita, asal, kalau di Islam, manfaatnya lebih banyak maslahat, kenapa tidak," ujarnya.
BACA: Solusi Defisit BPJS oleh BPN Prabowo Disebut Gali Tutup Lubang
Hal dia sampaikan saat mengadakan kegiatan Palapa Ring Techno-Fest dan secara serentak melakukan video conference dengan kepala daerah di Natuna Kepulauan Riau, Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara bersama Bupati Morotai Benny Laos, dan Kota Sorong bersama Walikota.
Rudi mencontohkan, dari sisi keamanan cyber, Indonesia memang banyak membeli. Karena tidak ada yang mengkhususkan di Indonesia membuat software aplikasi cyber security. "Itu dari luar semua, jadi mau tidak mau kita harus belanjakan valas kita," ujar Rudiantara.
Menurut Rudiantara, hal itu bukan sesuatu yang jelek, karena baik untuk mengamankan data di Indonesia. Namun, kata Rudiantara, pemerintah juta terus cari strategi mengurangi itu, salah satunya mensubstitusi impor.
"Kami tidak mensubstitusi impor secara langsung, tapi kita menerapkan kebijakan TKDN, untuk jaringan 40 persen komponen lokal, untuk device yang 4G sebesar 30 persen ini sudah berjalan," kata dia.
Menurut dia, nilai US$ 1,4 miliar itu anggap sebagai cost untuk produksi. Dari cost itu, Rudiantara yakin nilai yang dihasilkan untuk Indonesia lebih besar. "Misal untuk pengembangan e-commerce dan lain sebagainya, berapa besar ekonomi digital dengan cost US$ 1,4 miliar dolar itu hasilnya," ujarnya.